Pada awal ke-20, pemimpin-pemimpin Indonesia
sadar bahwa perlawanan bersenjata tidak akan berhasil.Apalagi jika
perlawanan itu bersifat kedaerahan. Rasa persatuan dan kebangsaan mulai
berkembang. Suku-suku bangsa Indonesia
sama-sama menderita di bawah penjajahan. Penderitaan yang sama itu
menimbulkan rasa persatuan. Merekapun sadar bahwa mereka adalah satu
bangsa.dan mempunyai satu tanah air.
Penjajahan
Belanda tidak lagi di lawan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan
kekuatan politik. Disamping itu, dilakukan usaha memajukan pendidikan,
meningkatkan ekonomi rakyat, dan mempertahankan kebudayaan. Seluruh
rakyat diikutkan dalam perjuangan. Mereka berhimpun dalam berbagai
organisasi.
Latar belakang pergerakan nasional
Pergerakan nasional lahir dari penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia
terbelakang disemua bidang. Mereka miskin,ekonominya dikuasai bangsa
asing. Orang Indonesiapun hidup dengan biaya 2.5 sen setiap hari.
Dibidang Pendidikanpun Indonesia
tertinggal. Sebagian rakyat masih buta huruf. Jumlah sekolah lebih
sedikit dibandingkan jumlah penduduk.Lagi pula tidak semua orang bebas
memasuki sekolah. Rakyat biasa hanya bisa memasuki memasuki sekolah
rendah pribumi. Murid-murid diajar hanya sekedar membaca, menulis dan
berhitung, setelah tamat mereka diangkat sebagai pegawai rendah dengan
gaji yang kecil. Pendidikan yang memakai sistem barat hanya boleh
diikuti oleh anak pegawai yang bergaji besar, anak bangsawan atau anak
orang kaya.
Rakyat
tidak mempunyai tempat untuk mengadukan nasib. Penguasa-penguasa
pribumi tidak berkuasa lagi. Raja-raja dan para bupati hanya memerintah
sesuai dengan kehendak Belanda. Bahkan,banyak diantaranya dijadikan alat
untuk menindas rakyat.
Dalam keadaan seperti itu, golongan pelajar tampil kemuka. Mereka adalah orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan Barat. Mereka mempelopori dan memimpin pergerakan nasional. Mereka berjuang di berbagai bidang. Ada
yang berjuang di bidang Politik, Ekonomi, maupun di bidang Pendidikan.
Tujuan perjuangan itu satu, yakni mencapai kemerdekaan bangsa dan tanah
air.
Peristiwa-peristiwa
di dalam negeri berpengaruh pula terhadap Pergerakan Nasional.
Peristiwa itu antara lain kemenangan Jepang dalam perang melawan rusia
pada tahun 1905, Jepang bangsa Asia sedangkan Rusia bangsa Eropa(barat). Kemenangan Jepang itu membuktikan bahwa bangsa Asia bisa mengalahkan bangsa Eropa. Revolusi cina dan gerakan nsional India
dan Filipina, mempengaruhi juga pergerakan nasional. Revolsi Cina
meletus pada tahun 1911. Golongan nasionalis Cina berhasil mengalahkan
Dinasti Manchu yang sudah lama menguasai negeri Cina. Dinasti Manchu
bukan orang cina asli.
Di India terjadi gerakan nasional menentang penjajahan Inggris. Pemimipin terkemuka India adalah Mahatma Gandhi.Di Filipina terjadi pula gerakan nasional menentang penjajahan Spanyol.
Pergerakan Nasional
Latar Belakang:
* Max Havelaar karangan Douwes Dekker atau Multatuli menentang praktek tanam paksa
di daerah Lebak, Baron van Hoevel mengkritik penyelewengan tanam paksa.
* Theodore van Deventer, menuntut penghapusan tanam paksa.
Dikenal sebagai politik etis atau politik balas budi.
Dilaksanakan th 1901:[edukasi, irigasi, transmigrasi]
* Untuk anak Eropa dan Bumiputera kelas atas ada sekolah [HIS, MULO, AMS,
Kweekschool, STOVIA, THS]
* Pendidikan dianggap menaikkan status sosial anak
* Pendidikan menimbulkan golongan cendekiawan/pelajar
Perlawanan Bangsa Indonesia
a. Sebelum tahun 1908 - bersifat lokal - tidak menggunakan organisasi modern - bergantung kepada seorang pemimpin
b. Sesudah tahun 1908 - bersifat nasional - menggunakan organisasi modern - tidak bergantung pada seorang pemimpin
Faktor pengaruh tumbuhnya pergerakan nasional di Indonesia :
Faktor dari dalam
1. Penderitaan akibat praktek-praktek kolonialisme yang menumbuhkan perasaan senasib dan sepenanggungan
2. Politik Etis menumbuhkan golongan cendekiawan dan menjadi pelopor pergerakan nasional
Faktor dari luar
1. Kemenangan Jepang melawan Rusia dalam perang tahun 1905
2. Adanya pergerakan nasional di negara lain seperti India, Fillipina, Cina, Turki
Klasifikasi pergerakan nasional berdasar sifat gerakan:
Kooperatif : Kerjasama dengan penjajah
Non-Kooperatif : tidak bekerjasama dengan paragraf
Klasifikasi berdasar misi:
Sifat
misi - radikal [IP, PKI, PNI, Partindo, Gerindo] - moderat [PSII, PII,
BU, Parindra] Prinsip perjuangan - Kooperatif [BU, PSII, Gerindo] -
Non-kooperatif [PKI, PNI, Partindo] - Insidental [Parindra][ada pada
saat dibutuhkan] Dasar gerakan politik - Kebangsaan [PNI, Partindo,
Parindra, BU, IP, Gerindo] - Internasional [PKI] - Agama [PSII, PII]
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL
Budi Utomo
Didirikan
tanggal 20 mei 1908 [sekarang Hari Kebangkitan Nasional] Didirikan dr.
Sutomo, dr. Ciptomangunkusumo, dan dr. Gunawan [pelajar STOVIA]
Sarekat Islam
Semula bernama SDI, yg didirikan di Surakarta 1909. Oleh KH. Samanhudi
* Bidang agama dan perdagangan
* 1911, SDI berubah jadi Sarekat Islam.
* Dipimpin HOS. Cokroaminoto
* Tokoh lain: H. Agus Salim, Abdul Muis. Indische Partij
* Didirikan RM. Suwardi Suryaningrat, dr Cipto Mangunkusumo, EFE. Douwes Dekker, 1912, Bandung.
*
Suwardi Suryaningrat mengkritik perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda
dengan tulisan Als ik een Nederlander was [andai aku seorang Belanda]
* Kihajar Dewantara, dr. Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker, dibuang ke Belanda.
Perhimpunan Indonesia [tadinya bernama Indische vereeniging]
* Didirikan oleh pelajar Indonesia di negeri Belanda 1922.
* Tokoh: Moh. Hatta, Ahmad Subardjo, Natzir Pamontjak, Abdul Majid Joyodiningrat.
*
PI menuntut Indonesia Merdeka 1926, anggota PI mengikuti Kongres Liga
Anti Imperialisme di Brussel, Belgia. Pemimpin PI akhirnya ditangkap
Belanda, tetapikembali dibebaskan, karen tidak terbukti bersalah
Indische Sociaal Democratische Vereeniging [ISDV]
*Dikembangkan Sneevliet
* ISDV melakukan penetrasi ke tubuh organisasi pergerakan, antara lain SI, melalui Semaun dan Darsono.
* SI pecah jadi 2: * SI Merah condong ke paham sosialis * SI putih mempertahankan asas dan tujuan SI
*
Semaun adalah pimpinan SI Merah, setelah kelusr dari SI Merah ia
mendirikan PKI PKI berkaitan dengan komitern di Moscow, Uni Soviet.
* PKI mempengaruhi petani dan rakyat kecil
* 1926, pemberontakan PKI di Madiun. Oleh Alimin dan Tan Malaka, tapi gagal.
PNI
* Didirikan tahun 1927, Bandung.
* Oleh pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club dengan ketua Ir. Soekarno.
* PNI membahayakan Belanda. Maka tokoh-tokoh PNI ditangkap dan dimasukkan dalam penjara Sukamiskin, Bandung. Dalam penjara Ir. Soekarno menulis pidato "Indonesia Menggugat"
* Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Mr. sartono kemudian membubarkan PNI dan membentuk Partindo.
* Moh. Hatta yang tidak setuju pembentukan Partindo membentuk PNI Baru
* Ir. Soekarno bergabung dengan Partindo.
* Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Endi, Flores. Moh. Hatta dan Syahrir dibuang ke Bandaneira.
Organisasi yang bersifat kooperatif
PBI, GAPI, Parindra.
Perjuangan organisasi melalui Volksraad, 1918. Masa
Gubernur Tjarda Van Starkeborgh. Tujuannya mendapat perwakilan rakyat
Indonesia dalam pemerintahan Organisasi pergerakan dalam bidang sosial,
pendidikan, keagamaan dan kewanitaan
* Muhammadiyah, Taman Siswa, INS, NU, Sekolah Kautamaan Istri, Wanita Susilo, dll
*
Organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan : Tri Koro Dharmo[yang
pertama], Jong sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Minahasa, Jong Java,
Jong Batak, Jong Pasundan,dll
MASA BERTAHAN PERGERAKAN NASIONAL
MENJELANG RUNTUHNYA HINDIA BELANDA
(1930-1942)
PENDAHULUAN
Sejarah
Indonesia sejak tahun 1908 memulai babak baru, yaitu babak pergerakan
nasional. Hal itu ditandai dengan berdirinya Budi Utomo. Tiga tahun
setelah Boedi Oetomo lahir, tahun 1911 berdiri organisasi bagi
orang-orang Islam di Indonesia, yaitu Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo
oleh Haji Samanhudi. Lalu namanya dirubah menjadi Sarekat Islam untuk
menarik anggota lebih banyak. Selain organisasi yang disebut diatas
masih banyak organisasi lain yang didirikan baik bersifat kooperatif
maupun radikal, baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Tetapi
tujuan dari organisasi tersebut hampir sama yaitu kemerdekaan Indonesia
walaupun tidak terang-terangan diungkapkan. Masa pergerakan nasional di
Indonesia terbagi menjadi tiga masa. Dari masa kooperatif, masa radikal,
terakhir masa bertahan.
Banyak
sekali organisasi-organisasi radikal yang melakukan aksinya. Antara
lain yaitu ISDV. ISDV adalah organisasi yang berhaluan komunis.
Pergerakannya sangat radikal. Organisasi pergerakan nasional lainnya
yang palin berpengaruh bagi perkembangan bangsa yaitu PNI. PNI
dipelopori tokoh yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan yaitu Bung
Karno. Tetapi akhirnya karena Gubernur Jenderal pada saat itu sangat
reaksioner terhadap pergerakan maka organisasi ini dinyatakan terlrang
dan tokoh-tokohnya diasingkan. PNI meruoakan organisasi yang terakhir
yang menandai berakhirnya masa pergerakan radikal.
A. BERAKHIRNYA MASA NONKOOPERASI
Pada masa awal tahun 1930-an pergerakan kebangsaan Indonesia
mengalami masa krisis. Keadaan seperti itu disebabkan beberapa hal.
Pertama, akibat krisi ekonomi atau malaise yang melanda dunia memaksa
Hindia Belanda untuk bertindak reaksioner dengan tujuan menjaga
ketertiban dan keamanan. Dalam rangka kebijakan itu, pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan beberapa pasal-pasal karet dan exorbitante rechten
secara lebih efektif. Kedua, diterapkannya pembatasan hak berkumpul dan
berserikat yang dilakukan pengawasan ekstra ketat oleh polisi-polisi
Hindia Belanda yang diberi hak menghadiri rapat-rapat yang
diselenggarakan oleh pattai politik. Selain itu juga dilakukan
pelarangan bagi pegawai pemerintah untuk menjadi anggota partai politik.
Ketiga, tanpa melalui proses terlebih dahulu Gubernur Jenderal dapat
menyatakan suatu organisasi pergerakan atau kegiatan yang dilakukannya
bertentangan dengan law and order sesuai dengan Koninklijk Besluit
tanggal 1 September 1919. Peraturan itu merupakan modifikasi dari pasal
111 R.R. (Regrering Reglement). Keempat, banyak tokoh pergerakan
kebangsaan di Indonesia yang diasingkan, seperti Soekarno, Hatta, dan
Syahrir.[1]
Hal
diatas menjadi semakin parah ketika Hindia Belanda diperintah Gubernur
Jenderal yang konservatif dan reaksioner yaitu de Jonge (1931-1936). .
Periode awal 1932 sampai dengan pertengahan 1933 tidak hanya ditandai
oleh perpecahan gerakan nasionalis serta kegagalan usaha
pengintegerasian organisasi-organisasi nasionalis, tetapi juga oleh aksi
politik yang semakin meningkat terutama sebagai dampak politik agitasi
yang dijalankan oleh Soekarno. Tetapi dalam hal ini, Gubernur Jenderal
de Jonge secara konsekuen menjalankan politik “purifikasi” atau
“pemurnian” artinya menumpas segaa kecenderungan ke arah radikalisasi
dengan agitasi massa dan semua bentuk nonkooperasi . Maka dari itulah
gerak-gerik Partindo dan PNI Baru senantiasa diawasi secara ketat. Aksi
massa dan politik agitasi Soekarno selama lebih kurang satu tahun dari
pertengahan 1932 sampai pertengahan 1933 merupakan titk puncak
perkembangan Partindo. Jumlah anggotanya naik dari 4.300 menjadi 20.000
orang. Soekarno dkk juga melakukan safari ke 17 cabang di Jawa
Tengah untuk berbicara di muka rapat yang penuh sesak. Dalam pidatonya
Soekarno banyak membicarakan tentang kemerdekaan Indonesia.
Dalam situasi yang semakin
panas dapat diduga bahwa penguasa sudah siap untuk bertindak. Tindakan
pertama adalah ialah pemberangusan surat kabar Fikiran Rakyat pada
tanggal 19 Juli 1933 yang membuat sebuah cartoon. Pada 1 Agustus semua
rapat Partindo dan PNI Baru dilarang dan hari tu juga Soekarno ditahan.
Selanjutnya pada bulan Desember 1933 Moh. Hatta dan Sjahrir ditangkap.
Dengan tangan besinya Gubernur Jenderal de Jonge hendak mempertahankan
otoritasnya, sehingga setiap gerakan yang bernada radikal atau
revolusioner tanpa ampun ditindasnya dengan alasan bahwa pemerintah
kolonial bertanggunng jawab atas keadaan di Hindia Belanda, dan baginya
dibayangkan bahwa dalam masa 300 tahun berikutnya pemerintah itu akan
masih tegak berdiri . Politik represifnya berhasil menghentikangerakan
politik nonkooperasi sama sekali.
Dalam
hubungan ini perlu ditambahkan bahwa selama dalam tahanan,
Soekarno~menurut dokumen-dokumen arsip kolonial~telah menulis surat
kepada pemerintah Hindia Belanda sampai empat kali, yaitu tanggal 30
Agustus, 3, 21, dan 28 September yang kesemuanya memuat pernyataan bahwa
dia telah melepaskan prinsip politik nonkooperasi, bahkan selanjutnya
tidak lagi akan melakukan kegiatan politik. Sudah barang tentu hal itu
menggemparkan kaum nasionalis serta menimbulkan bermacam-macam reaksi.
Ada yang penuh keheranan atau kekecewaan, ada pula yang merasa jengkel
atas perubahan sikap yang berbalik 180 derajat itu.[2]
B. REORIENTASI STRATEGI DAN REORGANISASI PERGERAKAN
Pemerintah
Hindia Belanda tidak bersedia memulihkan hak politik bagi pergerakan
nasional di Indonesia. Tetapi Hindia Belanda masih membiarkan organisasi
pergerakan yang moderat untuk hidup. Hal itu juga disebabkan beberapa
hal seperti menjamin demokrasi yang makin tumbuh pasca Perang Dunia I,
keamanan yang diciptakan organisasi itu, dan sebab-sebab lainnya yang
dianggap tidak merugikan pihak Hindia Belanda. Pemerintah Belanda tidak
hendak mematikan pergerakan di Indonesia.
Mereka tahu bahwa perasaan rakyat yang tidak tersalurkan karena
dibungkam oleh pemerintah akan mencari jalan lain yang dapat menimbulkan
gerakan-gerakan eksplosif yang tidak diinginkan. Pemerintah Hindia
Belanda hanya hendak melemahkan aktivitas prgerakan yang bersifat
radikal-revolusioner. Yang diharapkan oleh pemerintah kolonial adalah
semacam nasionalisme yang lunak dan kompromis, yang dapat digunakan
sebagai alat untuk membendung perasaan rakyat yang membara dan
menyalurkan ke arah pergerakan yang tidak membahayakan kedudukan
pemerintah Hindia Belanda.[3]
Kita
lihat bagaimana pemerintah Hindia Belanda tidak menghilangkan
pergerakan nasional di Indonesia tetapi dilemahkan dengan mengadakan
vergaderverbod (larangan berkumpul). Tokoh-tokoh pergerakan Indonesia
banyak yang diasingkan sehingga ruang gerak baginya dan organisasinya
semakin sempit. Akan tetapi hal itu tidak membuat pergerakan nasional
berhenti.
Sementara
itu suasana politik dunia semakin tegang, tambahan pula Jepanag dengan
pemerintahan militernya menjalankan pula politik ekspansionisme di
daerah pasifik. Baik di negeri Belanda maupun di Indonesia
kaum nasionalis menyadari bahwa dalam menghadapi fasisme tidak
adaalternatif lain daripada memihak demokrasi. Maka dari itu perjuangan
melawan kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dilakukan secara mutlak
bersikap anti. Ada
kebersamaan yang mendekatkan kaum nasionalis dengan penguasa kolonial,
yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya fasisme. Kesadaran itu
muncul lebih dahulu di kalangan Perhimpunan Indonesia yang mulai melakukan haluan kooperasi. Pergerakan nasional yang berada di Indonesia juga mulai bersikap kooperatif.
C. AKTIVITAS PERGERAKAN
Sejak
tahun-tahun 1930-an peranan lembaga politik kolonial (Volksraad) makin
meningkat. Lembaga itulah yang satu-satunya alat yang dibenarkan
pemerintah kolonial untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan pelbagai
golongan. Sebab itu suara yang muncul dalam volksraad yang berasal dari
golongan cooperatie itu sangat penting untuk mengetahui
pemikiran-pemikiran bangsa Indonesia sejak sekitar tahun 1930 sampai 1942. Dalam masa dari tahun 1935 sampai 1942, partai-partai politik bangsa Indonesia
menjalankan taktik-taktik parlementer yang moderat. Hanya
organisasi-organisasi nonpolitik dan partai-partai yang bersedia
bekerjasama dan setuju punya wakil dalam dewan-dewan ciptaan Belanda
yang terjamin mendapat sedikit kekebalan dari gangguan pengawasan
polisi. Dan satu-satunya forum yang secara relatif bebas
menyatakan pendapat politik adalah dewan perwakilan ciptaan pemerintah
kolonial Belanda itu. Dengan demikian, satu-satunya cara bagi gerakan
nasionalis untuk mengusahakan perubahan ialah dengan jalan mempengaruhi
pemerintah kolonial Belanda secara langsung melalui dewan tersebut,
tidak dengan mengatur dukungan massa.[4]
Tokoh-tokoh
pergerakan mulai memunculkan ide tentang pembentukan Fraksi Nasional di
dalam volksraad. Akhirnya fraksi ini dapat didirikan tanggal 27 Januari
1930 di Jakarta beranggotakan 10 orang yang berasal dari daerah Jawa,
Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.
1. Petisi Soetardjo
Gagasan
dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua
Persatuan Pegawai Bestuur/ Pamongpraja Bumiputera dan wakil dari
organisasi ini di dalam sidang Volksraad pada bulan Juli 1936. Isi
petisi itu secara garis besar adalah tentang permohonan supaya diadakan
suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Negeri Belanda di mana
anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.
Tujuannya
adalah untuk menyusun suatu rencana yang isinya adalah pemberian kepada
Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1
Undang-undang Dasar Kerajaan Belanda. Petisi itu ada yang menyetujui dan
ada yang tidak. Kalau dari pihak Indonesia ada yang tidak setuju, maka
alasannya bukanlah soal isi petisi itu tetapi seperti yang diajukan oleh
Gesti Noer ialah caranya mengajukan seperti menengadahkan tangan.
Antara tokoh-tokoh Indonesia terjadi pro-kontra tentang petisi itu.
Tetapi akhirnya petisi Soetardjo ditolak oleh Ratu Belanda pada bulan
November 1938.
2. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Meskipun
akhirnya Petisi Soetardjo itu ditolak, petisi itu ternyata mempunyai
pengaruh juga yaitu membantu membangkitkan gerakan masionalis dari sikap
mengalah yang apatis yang telah menimpanya sejak gerakan nonkooperasi
dilumpuhkan. Suatu gagasan untuk membina kerjasama diantara
partai-partai poltik dalam bentuk federasi timbul kembali pada tahun
1939. Pada tanggal 21 Mei 1939 di dalam rapat pendirian konsentrasi
nasional di Jakarta berhasilah didirikan suatu organisasi yang merupakan
kerjasama partai-partai politik dan organisasi-organisasi dengan diberi
nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). [7] Tujuan
GAPI adalah memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri dan persatuan
nasional. Kemudian tujuan itu dirumuskan dalam semboyan “Indonesia
Berparlemen”. Sikap kurang menentukan kemerdekaan itu disebabkan adanya
keprihatinan atas kemungkinan meletusnya Perang Pasifik. GAPI melakukan
berbagai kampanye yang bertujuan menarik simpati rakyat untuk mendukung
perjuangannya di dalam ketatanegaraan. Pada tanggal 14 September 1940
dibentuklah komisi untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan
ketatanegaraan (Commissie tot bestudeering van staatsrechtelijke).
Komisi ini diketuai oleh Dr. F.H Visman, selanjutnya dikenal dengan nama
Komisi Visman. Pada awal pembentukannya, kalangan pergerakan
mempertanyakan keberadaan kegunaan komisi itu. Akhirnya Komisi Visman
menghasilkan laporan yang cukup tebal tentang berbagai tuntutan dan
harapan-harapan rakyat Indonesia. Laporan itu terbit pada tahun 1942
hanya beberapa minggu sebelum kedatangan tentara Jepang ke Indonesia,
sehingga laporan tersebut tidak jelas nasibnya.
3. Mosi Thamrin
Pergerakan
nasional terus berkembang dengan semakin meningkat dan mendalamnya
kesadaran akan identitasnya. Dalam keadaan yang demikian,
istilah-istilah Hindia Belanda (Nederlandsch Indie), pribumi (Inlander),
atau kepribumian (Inlandsch) sangat sensitif di mata kaum pergerakan
yang kesadaran akan identitasnya sudah mendalam. Mosi Thamrin
mengusulkan agar istilah-istilah tersebut diganti dengan Indonesie
(Indonesia), Indonesier (bangsa Indonesia) dan keindonesiaan
(Indonesisch), khususnya di dalam dokumen-dokumen pemerintah. Keberatan
pemerintah terhadap mosi ini adalah bahwa perubahan istilah itu membawa
implikasi politik dan ketatanegaraan, seperti apa yang termaktub dalam
UUD Kerajaan Belanda. Di samping itu ada argumentasi “ilmiah” ialah
bahwa Indonesia bukan nama geografis, dan bangsa Indonesia juga tidak
menunjukan pengertian etnologis.
D. SIKAP PEMERINTAH KOLONIAL
No comments:
Post a Comment